RUU Perindustrian Diharap Jadi Instrumen Konstitusi
Menyusul RUU Perindustrian yang segera dibahas, semua anggota Komisi VI berharap, RUU ini menjadi pelipur lara di tengah lesunya sektor perindustrian nasional. Wakil Ketua Komisi VI yang juga anggota Fraksi Hanura Erik Satrya Wardhana, menyatakan, RUUinisangat strategis dan harus menjadi instrumen kosntitusi. Demikian disampaikan Erik saat Rapat Kerja (Raker) Komisi VI dengan Menteri Perindustrian MS Hidayat, Selasa (21/5).
Lebih jauh Erik mengatakan, RUU ini nantinya bisa menafsir dengan tepat amanat pasal 33 UUD 1945. Sumber-sumber kekayaaan alam harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Dan sektor industri menjadi salah satu tumpuan untuk itu. “RUU ini harus memberi payung dan ruang untuk mensejahterakan rakyat,” tandasnya di tengah raker.
Seperti diketahui, semua fraksi di Komisi VI menyatakan kesiapannya untuk membahas RUU Perindustrian ini. Sumber daya alam yang luas dan kaya, seperti karet, cpo, migas, dan lain-lain harus dilindungi oleh RUU Perindustrian. RUU tersebut juga harus bisa menjabarkan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara.
“RUU ini strategis dalam rangka mengembalikan RUU menjadi instrumen pelaksana kosntitusi. Secara khusus menjabarkan dan mengimplementasikan pasal 33 ayat 1-5 yang berkaitan dengan perekonomian. Oleh karena itu, RUU harus menjadi instrumen untuk membangun sistem perekonomian yang berbasis sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan,” jelas Erik.
Sementara itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat dalam Raker tersebut menyampaikan, prioritas sektor industri yang akan dikembangkan kementeriannya adalah yang memanfaatkan keunggulan komparatif dan kompetitif, antara lain industri yang berbasis sumber daya alam (primer), industri manufaktur atau proses (sekunder), dan industri jasa (tersier). (mh)/foto:iwan armanias/parle.